BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Landasan
dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi.
Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi
baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia awam masih
bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat
ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan
atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan
masing-masing karena lokasi yang berdekatan (berjauhan) tersebut.
Teori lokasi
adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial
order) kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social.
Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi
bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah
sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika
manusia berhubungan atau berpegian dari
satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori
lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak
berkembang tetapi telah ada sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan pelayanan
barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places), terdapat tingkat penyelidikan pelayanan yang
berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk
tingkat yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang sentingkat
walaupun tumpang tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat
universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli ekonomi atau geografi yang
dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi Von Thunen melihat perbedaan
penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa
tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi industri. Ketiga tokoh diatas
dianggap pelopor atau pencipta landaan dalam hal teori lokasi. Tokoh yang
muncul belakangan pada umumnya memperdalam atau memodifikasi salah satu teori
atau menggabung pandangan dari tiga tokoh yang disebutkan di atas.
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui lebih mendalam teori lokasi dalam kajian geografi ekonomi serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
1.3 Rumusan Masalah
1. Pengertian teori lokasi.
2. Ketergantungan lokasi.
3. Sejarah
teori lokasi.
4. Tokoh-tokoh teori lokasi.
5. Teori lokasi Von Thunen dan Wlater
Christaller.
6. Pengaruh teori lokasi terhadap pertumbuhan
ekonomi.
7. Kelebihan dan kekurangan teori lokasi Von
Thunen dan Wlater Christaller.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori
Lokasi
Teori lokasi adalah suatu teori yang
dikembangkan untuk melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi
termasuk industri
dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk melihat dan memperhitungkan
bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu saling berhubungan (interrelated).
2.2 Ketergantungan
Lokasi
Teori lokasi biaya rendah yang
dikembangkan oleh Weber berasumsikan bahwa permintaan adalah konstan dan tidak
dipengaruhi oleh perusahaan yang berdekatan. Dengan demikian, secara implisit
teori ini juga mengasumsikan persaingan bebas tanpa ada kemungkinan timbulnya
kekuatan monopoli yang ditawarkan oleh lokasi perusahaan lain. Namun demikian
lokasi biaya minimum perlu menjamin keuntungan maksimum. Keuntungan dapat saja meningkat bila lokasi
perusahaan yang bersangkutan pindah ke daerah konsentrasi permintaan sekalipun
biaya bertambah. Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang meningkat per satuan
produk lebih rendah.
Perusahaan yang berdiri sendiri di
suatu daerah, dalam batas tertentu, tidak perlu memperhatikan kebijaksanaan
perusahaan lain. Ia bebas menentukan kebijakaannya dalam bidang harga,
kualitas, maupun atribut lain dalam produknya. Tak demikian halnya bila ia
berlokasi tak berjauhan dengan perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar
diperebutkan dengan perusahaan itu. Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil
dipengaruhi oleh perusahaan lain atau sebaliknya.
Beberapa unsur ketergantungan lokasi
telah dikemukakan dalam teori Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi
berpangkal tolak dari kesamaan biaya bagi semua perusahaan dan menjual
produknya di pasar yang tesebar secara sepasial.
Teori biaya minimum dan ketergantungan
lokasi (Theory Least Cost
and Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada
tahun 1956 dalam bukunya Plant
Location in Theory and in Practice dan Microeconomics and The Space Economy.
Greenhut berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori
ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Biaya lokasi yang meliputi biaya angkutan,
tenaga dan pengelolaan
b.
Faktor lokasi yang berhubungan dengan
permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan usaha untuk menguasai pasar.
c.
Faktor yang menurunkan biaya.
d.
Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e.
Faktor pribadi yang berpengaruh terhadap
penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f.
Pertimbangan pribadi.
2.3 Sejarah Teori Lokasi
A.
Sejarah Teori Lokasi Von Thunen
Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan
wilayah, dibutuhkan banyak ilmu dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah
mengenal teori lokasi. Teori lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang
mendasari penentuan lokasi suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk
menempatkan objek tersebut pada lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek
efisiensi tenaga manusia dan ekonomi. Dari beberapa teori lokasi yang ada,
teori Von Thunen merupakan teori lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan
lokasi berdasar segi ekonomi.
Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli
ekonomi pertanian dari Jerman yang pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang
tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”.
Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen
berpendapat bahwa pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan.
Pertanian merupakan proses pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman
tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan pertanian meliputi
persawahan, perladangan, perkebunan, dan peternakan. Kegiatan pertanian sudah
ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal berkembangnya budaya dan sistem
pertanian kuno.
Pada zaman itu banyak area pertanian
yang terletak di wilayah yang tidak strategis. Petani yang berada di lokasi
jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk
menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut alat transportasi yang
digunakan untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa gerobak yang ditarik
oleh sapi, kuda atau keledai. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak
sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota
sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von Thunen mengeluarkan teori
lokasi pertanian.
Von Thunen melalui teorinya
menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di dasarkan atas penelitian
statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah demi selangkah
memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati konkret. Ia
mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas marginal yang di
terapkan dalam upah dan bunga.
Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya
produksi, biaya transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga
berpengaruh terhadap munculnya pasar lahan yang kompetitif. Pada model Von
Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi aktivitas terletak pada biaya
transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan menentukan nilai lahan,
melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan
mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan,
sehingga akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang
menentukan tinggi rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota.
Melalui adanya nilai lahan maka terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti
lahan untuk kegiatan industri, kegiatan komersil, serta lahan untuk kegiatan
pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen
juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan kota yang
didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru dalam
struktur keruangan kota.
Teori lokasi ini pertama kali dikembangkan oleh Von
Thunen pada tahun 1850. Sebagai seorang ekonom bangsa Jerman, Von Thunen
mengembangkan suatu teori lokasi yang berorientasi kepada wilayah lokasi. Teori
lokasi bertolak dari pengambilan keputusan ekonomi yang berdasarkan pada
penyebaran komoditas pertanian ke wilayah hinterland (wilayah belakang) yang
bersifat homogeny akibat adanya ketergantungan jarak dari lokasi aktivitas
ekonomi ke suatu pusat aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik. Jauh dekatnya
jarak tempuh antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat distribusinya
di pasar akan membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi
tersebut merupakan pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota.
Teori lokasi Von Thunen
yang berorientasi kepada daerah lokasi baru mulai berkembang
pada waktu Isard menguraikan teori lokasi industri pertanian. Melalui teorinya
ini, maka isard menyalur fungsi sewa tanah yang dapat dikembalikan
ke lingkaran Von Thunen. Dalam bentuk yang baru ini, maka manfaat teori Von
Thunen mangkin tampak terutama bagi landasan teori penggunaan tanah modern.
B.
Sejarah Teori
Lokasi Wlater
Christaller
Teori tempat pusat disebutkan oleh
Wlater Christaller ( 1933) dan August Losch (1936), beliau mengembangkan satu
teori yang dapat dipergunakan sebagai kerangka analisis untuk membahas hal
tersebut. Teori pusat merupakan suatu permukiman yang menyediakan barang dan
jasa-jasa bagi penduduk
local dan daerah belakangnya.Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang
hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi
dan fisik yang saling mempengaruhi.
Sebuah kota atau pusat merupakan inti
dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat
tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah pusat yang kecil akan
memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan
pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif
lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna mengetahui
kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat
dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller,
melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian
selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan
sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh Christaller.
Menurut Christaller, tidak semua kota
dapat menjadi pusat pelayanan. Dan pusat pelayanan harus mampu
menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah dan kawasan sekitarnya.
Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang memiliki jumlah
penduduk sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama
penting. Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan
bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central
place).
Pada teori Christaller
menyebutkan sistem keruangan yang optimum berbentuk heksagonal dengan
pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun
Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat
hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan
tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota
semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
2.4 Tokoh-Tokoh
dalam Teori Lokasi
Berikut adalah beberapa
tokoh dengan pandangannya mengenai teori lokasi:
Von Thunen (1826)
Mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan
pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von
Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah
apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan
jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan
(selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi
memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi
kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu
berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan
berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga
lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat
kota.
Menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber
pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber
menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya
transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum.
Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah
identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor
yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja,
dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya
transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau
locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah
lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber
merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan
menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang
dinamakan isodapan (isodapane).
Christaller (1933)
Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan
distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu
sistem geometri, di mana angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran
yang sangat berarti dan model ini disebut sistem K = 3. Model Christaller
menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau
luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.
August Losch
Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan
(pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran
(produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap
jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen
makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual
semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar
atau di dekat pasar.
D.M. Smith
Memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata)
yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka
dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan
lokasi. Selisih antara average revenue
dikurangi average cost adalah
tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.
Mc Grone (1969)
Berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan
sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis
dinamik. Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan
di masa depan pada tiap lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi
personal, dan pertimbangan lain membuat model maksimisasi keuntungan lokasi
sulit dioperasikan.
Isard (1956)
Menurut Isard, masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan
pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda.
Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan
aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi.
Richardson
(1969)
Mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk
berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian
dalam keputusan yang diambil guna meminimumkan resiko. Dalam hal ini, baik
kenyamanan (amenity) maupun
keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting, yang
menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan
konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.
2.5
Teori Lokasi menurut Von Thunen dan Wlater Christaller
A. Teori
Lokasi Von Thunen
Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850)
adalah seorang warga negara Jerman uang merupakan ahli ekonomi pertanian yang
mengeluarkan teorinya dalam buku “Der
Isolirte Staat”. Von Thunen mengembangkan teori ini
berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya pertanian
merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori ini ia
memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut
termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian.
Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah
dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen
menciptakan bagaimana cara berfikir efektif yang didasarkan atas penelitian
dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil yang mendekati
konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan
dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia
mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut
:
1)
Terdapat
suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
2)
Daerah
perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima
penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
3)
Daerah
pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah
lain (Single Destination).
4)
Daerah
pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis
kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
5)
Daerah
pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum
dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan
yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
6)
Pada
waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda
Transportation).
7)
Biaya
transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya
transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk
segar. (Equidistant).
Dari asumsi diatas mendesak para
petani berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar atau kota, sehingga
keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya mereka
juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan. Karena
semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga
sewa lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang
berbeda-beda untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi
untuk membayar sewa lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di
lokasi dekat pusat pasar atau kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan
lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi tersebut sesuai dengan tata guna
lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih dianggap cukup relevan.
Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi,
semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga akan semakin mahal. Sama
halnya seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan
semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan
semakin bertambah dari tahun ketahun mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan
teknologi modern yang berkembang saat ini menjadikan teori Von Thunen menjadi
kurang relevan.
Setiap keuntungan yang ingin dicapai
petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P + A )
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan
dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas
dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan
Dari rumus tersebut dapat dikatakan
petani yang berdiam diri di daerah dekat perkotaan mempunyai alternative
komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang
jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang
menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.
Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi
dengan unsur yang mengalir melalui daerah perkotaan. Sungai ini memungkinkan
pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
- Teori Lokasi Wlater
Christaller
Teori
Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah
kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-pusat
pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon
(segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang
mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian
wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam
hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan
tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu
atau batu bara.
Analisis
keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement).
Tujuan dari analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada
sesuai dengan struktur keruangan dan menganalisa interaksi antar unit keruangan
yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksebilitas antara pusat
dan perhentian suatu wilayah dan hambatan interaksi. Hal ini didasarkan olah
adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat
lain, serta adanya hirarki diantara tempat-tempat tersebut.
Pada
kenyataanya dalam suatu wilayah mempunyai keterkaitan fungsional antara satu
pusat dengan wilayah sekelilingnya dan adanya dukungan penduduk untuk
keberadaan suatu fungsi tertentu dimana barang mempunyai sifat goods order dan
tidak setiap barang atau jasa ada di tempat. Perkembangan tempat-tempat sentral
tergantung konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan
dan penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan transportasi seperti yang
telah dikemukakan oleh Christaller dalam “Central Place Theory”.
Suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah
memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki
beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang
lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Perbedaan tingkat kepemilikan sumberdaya dan keterbatasan
kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan
terjadinya pertukaran barang, tenaga kerja dan jasa antar wilayah
(Morlok,1988). Agar dapat tetap melangsungkan kehidupannya, manusia
mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut pemukiman yang terbentuk dari
unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other
living facilities (Hari Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation adalah jaringan
transportasi dan komunikasi yang ada dalam pemukiman. Sistem transportasi dan
komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Transportasi merupakan tolok
ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya
dalam menunjang proses perkembangan siatu wilayah.
Christaller
menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan
barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain. Christaller
mengatakan beberapa asumsi dalam penysunan teori tersebut, seperti :
1.
Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.
2.
Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak
yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
3.
Konsumen memilih tempat pusat yang paling
dekat.
4.
Kota-kota berfungsi sebagai central place
bagi wilayah sekitarnya.
5.
Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata,
ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar secara merata.
2.6
Pengaruh Teori Lokasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dewasa ini, perkembangan sektor
industri di Indonesia menyebabkan terjadinya percepatan munculnya
bangunan industri, penambahan devisa negara, serta mengurangi jumlah
pengangguran. Namun hal tersebut jika tidak diimbangi dengan
kebijakan-kebijakan yang kuat, analisa lokasi khususnya lokasi industri yang
tepat, maka keberadaan kawasan industri disamping memberikan dampak positif
juga akan mempengaruhi potensi, kondisi, dan mutu sumber daya alam dan
lingkungan sekitar (Anonim, 1993). Keberadaan sektor industri tersebut tidak
terlepas dari pemilihan lokasi yang didasarkan pada teori lokasi yang telah
berkembang mulai dari teori klasik, neo-klasik, sampai dengan teori lokasi
modern.
Berikut pemaparan dari beberapa ahli
tentang Teori Pusat Pertumbuhan:
a)
Teori
pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi
Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua
kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang
mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang
besar (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.
b)
Teori
tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli
geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran
permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola
permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan
dari Christaller ini diperkuat oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli
ekonomi Jerman.
Keduanya
berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan
aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hirarki
permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan
heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan
partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam
aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang
dihasilkannya.
Tempat-tempat
tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik
berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan
antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya
membentuk jaringan yang disebut sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu
tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer
terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini
adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada
kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
Berdasarkan
penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat pertumbuhan dapat
kita simpulkan bahwa keduanya memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana
penempatan lokasi industri yang tepat dapat memberikan banyak jalan, diantaranya
industri yang didirikan dilokasi yang tepat, mampu menyerap tenaga kerja yang
ada disekitar lokasi industri khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Selain itu daerah yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan mengalami
kenaikan pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian didaerah lokasi
industri mengalami peningkatan.
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teori
Lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller
Pada
dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan
dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Teori Lokasi
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
1.
Von Thunen
|
a) Menjadi
acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai
kegiatan perekonomian.
b) Dapat
menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
|
a) Kemajuan
transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
b) Ada
beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
c) Adanya
berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman
jarak jauh.
d) Kondisi
topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan
dihasilkanpun akan berbeda.
e) Negara
industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada
kota.
f) Antara
produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
|
2. Wlater Christaller
|
a)
Salah satu hal banyak dibahas dalam teori
lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu
lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu
lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana
orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini
terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara
lokasi dengan pusat tersebut.
b)
Terkait dengan lokasi maka salah satu
faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau
tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat
kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya
|
a) Jangkauan
suatu barang dan jasa tidak titentukan lagi oleh biaya dan waktu.
b) Dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen tidak selalu memilih tempat
pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan oleh daya tarik atau fasilitas
sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih
jauh tersebut lebih besar dibandingkan dengan tempat pusat yang terdekat.
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lokasi usaha adalah pemacu biaya yang begitu signifikan,
lokasi usaha sepenuhnya memiliki kekuatan untuk membuat atau menghancurkan
strategi bisnis sebuah usaha. Disaat pemilik usaha telah memutuskan lokasi
usahanya dan beroperasi di satu lokasi tertentu, banyak biaya akan menjadi
tetap dan sulit untuk dikurangi. Pemilihan lokasi usaha mempertimbangkan antara
strategi pemasaran jasa dan preferensi pemilik.
Kedekatan dengan pasar memungkinkan sebuah organisasi
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, dan sering menghemat
biaya pengiriman. Dari kedua keuntungan tersebut, memberikan layanan yang lebih
baik biasanya adalah lebih penting. Usaha-usaha yang bergerak dibidang jasa
harus lebih mendekatkan diri dengan semua pelanggan mereka sehingga mereka bisa
dekat dengan pasar mereka.
3.2 Saran
Teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya
diterapkan saat ini. Di zaman modern seperti sekarang, jasa angkutan telah
menjamur dan berlomba-lomba menawarkan harga murah. Masalah biaya angkut dirasa
sudah tidak membebani pelaku produksi yang berasal dari daerah desa. Akan
tetapi, perbedaan sewa lahan tetap tinggi di wilayah kota. Oleh Karena itu
pemerintah harus lebih memperhadikan kondisi masyarakan ataupun wilayah
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurachmat, Idris dan Maryani, E.1997. Geografi Ekonomi. Institut Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori
Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Hadi, Ridha. 2010. “Dasar-dasar
Teori Von Thunen,” dalam blogspot.
http://ridha-planologi.blogspot.com. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
Wahyuningsih, Menik. 2012. “Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan
Perkotaan di Kota Surakarta,” dalam eprintsundip.
http://eprints.undip.ac.id/4088/1/Naskah_TA.pdf. Diunduh Jumat, 7 September
2012.
http://www.geografiana.com/faq (diakses
tanggal 21 November 2009)
Saraswati, Ratna. 2006. Teori, Konsep,
Metode dan Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi .
http://www.undip.ac.id (diakses
tanggal 21 November 2009)
Prof. Dr. Ir.
Rudi Wibisono, M.S. 2004.
Konsep,
Teori & Landasan ANALISIS WILAYAH,
Malang: Bayumedia
Publishing
Philip Sarre (1977): Section II:
SPATIAL ANALISYSIS Area Pattern Unit
15-17, The Open University Press, Great Britain
Drs. Rahardjo Adisasmita, M.Ec (19--):
TEORI-TEORI LOKASI & PENGEMBANGAN
WILAYAH, Universitas Muslim Indonesia, Ujung Pandang
Sumber Buku Ekonomi Regional Karya D.S. Priyarsono