Berhijab itu Cantik



Bismillahirrohmanirrohiim

Islam sangat memuliakan kaum wanitanya, Ukhty percayakan? Salah satunya menutup aurat yang merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslimah yang telah baligh, ini perintah Allah yang tertulis dalam kitab-Nya. 


Allah memerintahkan kita bukan tanpa maksud dan tujuan loh. Wanita adalah makhluk ciptaan Allah yang indah lagi berharga. Setiap mata yang melihatnya pastilah kena daya tariknya. Wihh, bisa bahaya kan kalau yang kena itu bukan muhrim kita? Bisa-bisa yang melihatnya pertama-tama memuji, terus mulai deeh gombalisasi. Hmm.. hati-hati sama pujian manusia yaa, bisa jadi nanti ukhty jadi sumber dosanya. Kedua, setelah gombalisasi berhasil syetan ikut campur deh. Ehh, sadar nggak sadar ukhtii kena gombalisasinya. Lalu apa yang terjadi? Akses maksiat tuh. Hehehe.

Jadi dengan menutup aurat akan menjaga pandangan mata-mata yang memandang, kemudian dengan menutup aurat sedikit demi sedikit akan mengontrol tingkah laku, sikap dan sifat serta pikiran kita. Meskipun sering kali kita lihat jelas banyak penyimpangan yang terjadi pada muslimah yang berhijab. Pake jilbab koq duduk berduaan sama laki-laki? Pake jilbab koq begini atau pake jilbab koq begitu? Husst.. mereka sedang berproses. Do’akan saja semoga ditunjukan pada jalan yang lurus. Masih mending sudah mau berhijab, setidaknya sudah ada usaha untuk menjemput hidayah-Nya.

Bagaimana denganmu, sudahkah berhijab? Syukurlah kalau sudah, ohh ada yang belum? Hmm.. berat yaa untuk memulainya? Aku tahu koq. Aku juga pernah melaluinya. Dulu sejak kecil padahal setiap sore aku mengaji ke tempat ibu kaji (sebutan guru mengaji di desaku). Setiap mengaji, pengajian mingguan, kultum di bulan puasa aku selalu mengenakan kerudung. Tetapi selain acara itu lepaslah kerudungku itu. Setelah agak besar untuk memulai istiqomah berjilbab mikirnya bertahun-tahun. Selalu begini-begitu alasanku.

Selepas SMA, aku diterima disalah satu Universitas Islam. Sehingga memaksaku untuk mengenakan kerudung. Yaaa, banyak komentar dari sana-sini sihh. Seperti : wahh, kamu sekarang pake kerudung?, cie-cie sekarang jadi muslimah, cie-cie sekarang alim dan banyak juga yang pangling, sampai-sampai ada yang memanggil ibu haji, meskipun nggak kenal orang-orang mengucapkan salam: assalamu’alaikum mba.. Hehehe aku hanya tersenyum. Biar saja mereka berkomentar apa toh aku memang harus begini. Masa iya di kampus muslimah tapi ketika di luar rumah selain kampus, kafirun? Hmm.. aku juga mikir-mikir yaa?

Tetapi setelah dijalani, yang dulunya tak ada niat hanya ada unsur paksaan karena diterima di universitas Islam. Setalah lama-kelamaan aku terbiasa dan keterbiasaan ini menjadikanku bisa istiqomah sampai saat ini, syukur alhamdulillah. Meskipun imanku masih jauh dari kata sempurna. Tetapi dengan berhijab adalah salah satu bentuk usaha dan ungkapan rasa syukurku atas nikmat Islam yang telah diberikan kepada diriku.

Ya, berhijab itu jangan menunggu niat, berhijab itu jangan menunggu taat, itu benar. Karena syetan dekat dengan kita, setiap saat mereka tidak enggan merayu dan menggugurkan niat kita dalam hal kebaikan. Mereka senang jika kita jauh dari taat. Maka apapun akan mereka lakukan agar teman mereka semakin banyak. Naudzubillah.. Semoga kita senantiasa dilindungi dari godaan syetan.

Ayoo berhijab! Jika bisa dilakukan sekarang mengapa harus menunggu nanti? Nantinya kapan? Usia kita siapa tahu kan? Nah loo.

Hijab itu cantik, serius..
Tenang, jangan takut kecantikanmu akan tertutupi karena hijab. Karena kecantikan bukan untuk dipamerkan secara umum, kecantikan itu hanya untuk seseorang yang halal untuk kita. Jadi dengan berhijab kecantikanmu akan terjaga.

Sesungguhnnya hijab itu akan membedakan kita dengan yang lainnya. Jadi mereka tahu mana yang baik dan mana yang belum baik. Subhanallah, begitu mulia seorang wanita di mata Islam. Bersyukur terlahir sebagai muslim. Kamu juga kan? Ayoo hijabnya yang istiqomah yaa!!! 

Semoga Allah menyelamatkan kita di dunia dan akhirat-Nya. Aamiin.
Jazakallah khair.

Perlahan keyakinanku tercapai : Ya, Aku Menemukanmu



Bismillahirrohmanirrahiim

Lagi-lagi merenung: “Tak menyangka takdir membawaku ke Batavia, meninggalkan semua yang telah terjadi 19 tahun silam. Tetapi yang pasti bukan meninggalkan seluruhnya, bukan meninggalkan seratus persen. Keyakinanku suatu saatnya nanti aku akan kembali ke tempat kelahiranku dengan membawa suatu kebanggaan. Aamiin, semoga Allah mengabulkan.” 

Teman yang bisa menjadi sahabat,
Hidup tidaklah bisa selamanya sendiri. Sebagai manusia biasa akupun berharap menemukan  teman-teman yang baik di Batavia. Sempat terfikirkan : disini mencari teman yang bisa menjadi sahabat itu seperti mencari jarum di dalam jerami, susah. Tetapi aku yakin jika kita menabur kebaikan maka kita akan mendapatkan kebaikan jua. Aku yakin karena Allah telah berjanji dalam kitab-Nya. 

Bertemanlah dengan siapa saja. Bukan materi dan fisik yang menjadi ukuran dalam mencari teman. Apapun dan bagaimanapun jua mereka adalah makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Di dalam kesempurnaannya, manusia pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ambil sisi baik yang bisa memberi manfaat untuk kita dan simpanlah sisi buruknya yang bisa memberi pelajaran untuk kita, tetapi kalau bisa dibantu untuk memperbaikinya. Dan semoga ini menjadi ladang pahala untuk kita. 

Dan perlahan pelangi memunculkan warna-warninya,
Setelah tiga semester menjalani hari-hari bersamanya. Dari cemberut sampai ketawa, dari panas sampai hujan, dari macet hingga lancar dan dari cerah hingga petang pernah kita lalui bersama. Taukah? Perlahan rasa nyaman itu muncul. Ya, aku merasa nyaman dengan kepribadiannya meski tidak semuanya. Karena aku sadar dia hanya manusia biasa, baik buruknya pasti ada. Dan nyatanya ini yang membuatku nyaman. Serius.

Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini sudah direncanakan oleh Allah. Kita bertemu jua karena Allah yang mempertemukan kita. Mungkin kamulah jawaban yang dikirim Allah untukku. Ya, aku menemukanmu. Engkaulah yang selama ini aku cari. Jika ditanya bagaimana rasanya setelah menemukan teman yang bisa menjadi sahabat di tengah-tengah hamparan jerami? Aku akan jawab “Aku sangat bahagia telah bertemu denganmu dan bersyukur kepada Allah yang telah mengirimkan sahabat sepertimu. Habis malam yang gelap gulita, akan menerbitkan pagi yang terang benderang. Semangatkupun mulai terbit kembali seiring terbitnya sang mentari.

Meskipun aku tidak selamanya tinggal di Batavia, sementara kamu sendiri orang Batavia asli. Suatu saat nanti takdir tetap akan membawa kita pada suatu keharusan. Pernah kita bersedih tentang ini, sebuah perpisahan. Kita tahu ini pasti akan terjadi namun kita yakin apalah arti perpisahan jika masih ada kesetiaan diantara kita. Dan apalah artinya jarak jika masih ada teknologi yang semakin canggih, sebagai media yang mampu mengintip dimanapun kita berada. Jadi selama masih ada kesetiaan untuk berkomunikasi kita mampu melawan apapun yang dapat memisahkan kita. Ya, ini komitmen kita. Bukan untuk melawan takdir-Nya tetapi hanya bentuk usaha seorang hamba kepada-Nya tentang masa depan.

Do’aku: apapun dan bagaimanapun takdir kita, kapanpun dan dimanapun kita berada, kita akan tetap bisa tersenyum dan tertawa dengan orang-orang di sekitar kita, dengan keluarga kita, dengan teman-teman kita. Ingat: jika kita baik, orang-orangpun akan baik kepada kita, insya Allah. Semoga Allah mengabulkan cita dan harapan kita, semoga Allah senantiasa menganugerahkan kebaikan untuk kita. Aamiin, aamiin yaa Rabbal alamiin.

Spesial untuk teman kuliahku,
Terima kasih untuk sampai saat ini :)

Teori Lokasi





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia awam masih bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan (berjauhan) tersebut.

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional  atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan  atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak berkembang tetapi telah ada sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places), terdapat tingkat penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang sentingkat walaupun tumpang tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli ekonomi atau geografi yang dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi Von Thunen melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi industri. Ketiga tokoh diatas dianggap pelopor atau pencipta landaan dalam hal teori lokasi. Tokoh yang muncul belakangan pada umumnya memperdalam atau memodifikasi salah satu teori atau menggabung pandangan dari tiga tokoh yang disebutkan di atas.

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui lebih mendalam teori lokasi dalam kajian geografi ekonomi serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

1.3 Rumusan Masalah

1.    Pengertian teori lokasi.
2.    Ketergantungan lokasi.
3.    Sejarah teori lokasi.
4.    Tokoh-tokoh teori lokasi.
5.    Teori lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller.
6.    Pengaruh teori lokasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
7.    Kelebihan dan kekurangan teori lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Lokasi
           
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu saling berhubungan (interrelated).[1]

2.2 Ketergantungan Lokasi

Teori lokasi biaya rendah yang dikembangkan oleh Weber berasumsikan bahwa permintaan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh perusahaan yang berdekatan. Dengan demikian, secara implisit teori ini juga mengasumsikan persaingan bebas tanpa ada kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli yang ditawarkan oleh lokasi perusahaan lain. Namun demikian lokasi biaya minimum perlu menjamin keuntungan maksimum. Keuntungan dapat saja meningkat bila lokasi perusahaan yang bersangkutan pindah ke daerah konsentrasi permintaan sekalipun biaya bertambah. Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang meningkat per satuan produk lebih rendah.

Perusahaan yang berdiri sendiri di suatu daerah, dalam batas tertentu, tidak perlu memperhatikan kebijaksanaan perusahaan lain. Ia bebas menentukan kebijakaannya dalam bidang harga, kualitas, maupun atribut lain dalam produknya. Tak demikian halnya bila ia berlokasi tak berjauhan dengan perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar diperebutkan dengan perusahaan itu. Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil dipengaruhi oleh perusahaan lain atau sebaliknya.

Beberapa unsur ketergantungan lokasi telah dikemukakan dalam teori Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi berpangkal tolak dari kesamaan biaya bagi semua perusahaan dan menjual produknya di pasar yang tesebar secara sepasial.

Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun 1956 dalam bukunya Plant Location in Theory and in Practice dan Microeconomics and The Space Economy. Greenhut berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

a.    Biaya lokasi yang meliputi biaya angkutan, tenaga dan pengelolaan
b.    Faktor lokasi yang berhubungan dengan permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan usaha untuk menguasai pasar.
c.    Faktor yang menurunkan biaya.
d.    Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e.    Faktor pribadi yang berpengaruh terhadap penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f.     Pertimbangan pribadi.

2.3 Sejarah Teori Lokasi
A.   Sejarah Teori Lokasi Von Thunen

Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan banyak ilmu dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori lokasi. Teori lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari penentuan lokasi suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk menempatkan objek tersebut pada lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga manusia dan ekonomi. Dari beberapa teori lokasi yang ada, teori Von Thunen merupakan teori lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan lokasi berdasar segi ekonomi.

Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”. Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan proses pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan pertanian meliputi persawahan, perladangan, perkebunan, dan peternakan. Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal berkembangnya budaya dan sistem pertanian kuno.

Pada zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis. Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa gerobak yang ditarik oleh sapi, kuda atau keledai. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.

Von Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di dasarkan atas penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah demi selangkah memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati konkret. Ia mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas marginal yang di terapkan dalam upah dan bunga.

Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan komersil, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru dalam struktur keruangan kota.[2]

Teori lokasi ini pertama kali dikembangkan oleh Von Thunen pada tahun 1850. Sebagai seorang ekonom bangsa Jerman, Von Thunen mengembangkan suatu teori lokasi yang berorientasi kepada wilayah lokasi. Teori lokasi bertolak dari pengambilan keputusan ekonomi yang berdasarkan pada penyebaran komoditas pertanian ke wilayah hinterland (wilayah belakang) yang bersifat homogeny akibat adanya ketergantungan jarak dari lokasi aktivitas ekonomi ke suatu pusat aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik. Jauh dekatnya jarak tempuh antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat distribusinya di pasar akan membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi tersebut merupakan pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota.

Teori lokasi Von Thunen yang berorientasi kepada daerah lokasi baru mulai berkembang pada waktu Isard menguraikan teori lokasi industri pertanian. Melalui teorinya ini, maka isard menyalur fungsi sewa tanah yang dapat dikembalikan ke lingkaran Von Thunen. Dalam bentuk yang baru ini, maka manfaat teori Von Thunen mangkin tampak terutama bagi landasan teori penggunaan tanah modern. 

B.   Sejarah Teori Lokasi  Wlater Christaller

Teori tempat pusat disebutkan oleh Wlater Christaller ( 1933) dan August Losch (1936), beliau mengembangkan satu teori yang dapat dipergunakan sebagai kerangka analisis untuk membahas hal tersebut. Teori pusat merupakan suatu permukiman yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk local dan daerah belakangnya.Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi dan fisik yang saling mempengaruhi.

Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland).  Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994).  Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian.  Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh Christaller.

Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan.  Dan pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah dan kawasan sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang memiliki jumlah penduduk  sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama penting.  Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).

Pada teori Christaller menyebutkan  sistem keruangan yang optimum berbentuk heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota semakin tinggi, begitupun sebaliknya.

2.4 Tokoh-Tokoh dalam Teori Lokasi
       
      Berikut adalah beberapa tokoh dengan pandangannya mengenai teori lokasi[3]:

Von Thunen (1826)
     
Mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

Weber (1909)

Menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

Christaller (1933)

Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu sistem geometri, di mana angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran yang sangat berarti dan model ini disebut sistem K = 3. Model Christaller menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.

August Losch

Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran (produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

D.M. Smith

Memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi. Selisih antara average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.

Mc Grone (1969)

Berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik. Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di masa depan pada tiap lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan pertimbangan lain membuat model maksimisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan.

Isard (1956)

Menurut Isard, masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi.

Richardson (1969)

Mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna meminimumkan resiko. Dalam hal ini, baik kenyamanan (amenity) maupun keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting, yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.

2.5 Teori Lokasi menurut Von Thunen dan Wlater Christaller
A.   Teori Lokasi  Von Thunen

Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara Jerman uang merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan teorinya dalam buku Der Isolirte Staat. Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.

Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir efektif yang didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil yang mendekati konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut [4] :
1)    Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
2)    Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
3)    Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah lain (Single Destination).
4)    Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
5)    Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
6)    Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda Transportation).
7)    Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.  (Equidistant).

Dari asumsi diatas mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar atau kota, sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan. Karena semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga sewa lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi untuk membayar sewa lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat pusat pasar atau kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi tersebut sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih dianggap cukup relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi, semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga akan semakin mahal. Sama halnya seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan semakin bertambah dari tahun ketahun mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan teknologi modern yang berkembang saat ini menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang relevan.
Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P + A )
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan

Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah dekat perkotaan mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.

Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui daerah perkotaan. Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
  1. Teori Lokasi Wlater Christaller

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.

Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Tujuan dari analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai dengan struktur keruangan dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksebilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah dan hambatan interaksi. Hal ini didasarkan olah adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta adanya hirarki diantara tempat-tempat tersebut.

Pada kenyataanya dalam suatu wilayah mempunyai keterkaitan fungsional antara satu pusat dengan wilayah sekelilingnya dan adanya dukungan penduduk untuk keberadaan suatu fungsi tertentu dimana barang mempunyai sifat goods order dan tidak setiap barang atau jasa ada di tempat. Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan dan penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan transportasi seperti yang telah dikemukakan oleh Christaller dalam Central Place Theory.
Suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perbedaan tingkat kepemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, tenaga kerja dan jasa antar wilayah (Morlok,1988). Agar dapat tetap melangsungkan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut pemukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Hari Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam pemukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan siatu wilayah.

Christaller menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain. Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penysunan teori tersebut, seperti :
1.    Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.
2.    Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam  biaya dan  waktu.
3.    Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.
4.    Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.
5.    Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar secara merata.
2.6 Pengaruh Teori Lokasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dewasa ini, perkembangan sektor industri di Indonesia  menyebabkan terjadinya percepatan munculnya bangunan industri, penambahan devisa negara, serta mengurangi jumlah pengangguran. Namun hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang kuat, analisa lokasi khususnya lokasi industri yang tepat, maka keberadaan kawasan industri disamping memberikan dampak positif juga akan mempengaruhi potensi, kondisi, dan mutu sumber daya alam dan lingkungan sekitar (Anonim, 1993). Keberadaan sektor industri tersebut tidak terlepas dari pemilihan lokasi yang didasarkan pada teori lokasi yang telah berkembang mulai dari teori klasik, neo-klasik, sampai dengan teori lokasi modern.
Berikut pemaparan dari beberapa ahli tentang Teori Pusat Pertumbuhan:
a)    Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.
b)    Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman.

Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hirarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya.

Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan yang disebut sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).

Berdasarkan penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat pertumbuhan dapat kita simpulkan bahwa keduanya memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana penempatan lokasi industri yang tepat dapat memberikan banyak jalan, diantaranya industri yang didirikan dilokasi yang tepat, mampu menyerap tenaga kerja yang ada disekitar lokasi industri khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Selain itu daerah yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan mengalami kenaikan pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian didaerah lokasi industri mengalami peningkatan.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller

Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :


Teori Lokasi
Kelebihan
Kekurangan
1.   Von Thunen
a)  Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan perekonomian.
b)  Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
a)  Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
b)  Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
c)  Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman jarak jauh.
d)  Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan dihasilkanpun akan berbeda.
e)  Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
f)   Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
2.   Wlater Christaller
a)    Salah satu hal banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.
b)  Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya
a)    Jangkauan suatu barang dan jasa tidak titentukan lagi oleh biaya dan waktu.
b)    Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen tidak selalu memilih tempat pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan oleh daya tarik atau fasilitas sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih jauh tersebut lebih besar dibandingkan dengan tempat pusat yang terdekat.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lokasi usaha adalah pemacu biaya yang begitu signifikan, lokasi usaha sepenuhnya memiliki kekuatan untuk membuat atau menghancurkan strategi bisnis sebuah usaha. Disaat pemilik usaha telah memutuskan lokasi usahanya dan beroperasi di satu lokasi tertentu, banyak biaya akan menjadi tetap dan sulit untuk dikurangi. Pemilihan lokasi usaha mempertimbangkan antara strategi pemasaran jasa dan preferensi pemilik.

Kedekatan dengan pasar memungkinkan sebuah organisasi memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, dan sering menghemat biaya pengiriman. Dari kedua keuntungan tersebut, memberikan layanan yang lebih baik biasanya adalah lebih penting. Usaha-usaha yang bergerak dibidang jasa harus lebih mendekatkan diri dengan semua pelanggan mereka sehingga mereka bisa dekat dengan pasar mereka.

3.2   Saran

Teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya diterapkan saat ini. Di zaman modern seperti sekarang, jasa angkutan telah menjamur dan berlomba-lomba menawarkan harga murah. Masalah biaya angkut dirasa sudah tidak membebani pelaku produksi yang berasal dari daerah desa. Akan tetapi, perbedaan sewa lahan tetap tinggi di wilayah kota. Oleh Karena itu pemerintah harus lebih memperhadikan kondisi masyarakan ataupun wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachmat, Idris dan Maryani, E.1997. Geografi Ekonomi. Institut Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Hadi, Ridha. 2010. Dasar-dasar Teori Von Thunen,dalam blogspot. http://ridha-planologi.blogspot.com. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
Wahyuningsih, Menik. 2012. “Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan di Kota Surakarta,” dalam eprintsundip. http://eprints.undip.ac.id/4088/1/Naskah_TA.pdf. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
http://www.geografiana.com/faq (diakses tanggal 21 November 2009)
Saraswati, Ratna. 2006. Teori, Konsep, Metode dan Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi .
http://www.undip.ac.id (diakses tanggal 21 November 2009)
Prof. Dr. Ir. Rudi Wibisono, M.S. 2004. Konsep, Teori & Landasan ANALISIS WILAYAH, Malang: Bayumedia Publishing
Philip Sarre (1977): Section II: SPATIAL ANALISYSIS Area Pattern Unit 15-17, The Open University Press, Great Britain
Drs. Rahardjo Adisasmita, M.Ec (19--): TEORI-TEORI LOKASI & PENGEMBANGAN WILAYAH, Universitas Muslim Indonesia, Ujung Pandang






[1] Abdurachmat, Idris dan Maryani, E. 1997. Geografi Ekonomi. Bandung
[2] file:///C:/Users/User/Downloads/teori%20%20lokasi%203.html
[3] Sumber Buku Ekonomi Regional Karya D.S. Priyarsono
[4] Marsudi Djojodipuro: 1992